Batam, Kepri – Ratusan warga Sai Nayon datangi gedung BP Batam terkait isu akan di eksekusi lahan tempat tinggalnya oleh pihak yang mengaku telah memiliki hak atas lahan tersebut. Bahkan eksekusi pengosongan lahan yang di tempati padat warga tepatnya di RW 12 Sei Nayon Kelurahan Bengkong Sadai, kecamatan Bengkong kota Batam, provinsi Kepri, pihak yang mengaku pemilik lahan akan mengunakan jasa pihak ketiga yang dianggap warga berbau premanisme, Kamis (9/2/2023).
Saat peritiwa aksi berlangsung, awak media sempat mewawancarai salah seorang warga atas tuntutan yang akan di sampaikan kepada BP Batam.
“Kedatangan kami ke BP Batam hanya menagih janji pak Rudi Ketua BP Batam atas lokasi tanah yang kami tempati sekarang,” ungkapnya.
“Tuntutan kami di Gedung BP Batam ini adalah menagih janji pak Rudi sebagai ketua BP Batam dimana akan memberikan solusi atas tanah tempat tinggal kami di Sai Nayon agar kami tetap bisa bertempat tinggal di sana,” tambahnya.
Perwakilan warga yang melakukan aksi akhirnya diterima untuk menyampaikan aspirasinya, dimana pihak BP Batam diwakili oleh Niko pegawai bagian lahan BP Batam. Namun dalam pertemuan belum membuahkan hasil, karena Ketua BP Batam berada di Jakarta, pertemuan dijadwalkan besok hari Jumat, (10/2/2023).
Ketua RW 012 Anwar Sai Nayon mengatakan kepada warga di depan gedung BP Batam, “karena pak Rudi hari ini di Jakarta, dan telah di telepon dengan membesarkan speker, pak Rudi menjadwalkan besok kita bertemu beliau,” ujarnya di lokasi aksi.
Diketahui permasalahan lahan di Sai Nayon bukan hal baru, warga bernama Sutikno menjelaskan bahwa masalah ini juga pernah di RDP kan oleh DPRD Batam dimana dulunya dikatakan lahan di kuasai oleh PT Julian Jaya.
“Dulu pada tahun 2018 pernah di RDP kan oleh Dewan kota Batam dimana saat itu disampaikan lahan tersebut milik Julian Jaya. Sekarang muncul lagi di lahan yang sama yang mengaku milik PT CMG. Nah perusahaan ini yang akan mengesekusi menggunakan pihak ketiga dan diduga juga mengunakan jasa premanisme,” ujar Sutikno.
“Kami hanya ingin kepastian, perusahaan mana yang sah memiliki lahan. Tentunya yang bisa menjawab pihak BP batam,” tegasnya.
“Sebelumnya PT CMG pernah menawarkan kepada warga melalui pihak ketiga untuk mengganti rugi pembayaran WTO kepada perusahaan dengan harga per meter Rp. 1.700.000,- dengan legalitas yang di terima warga sampai sertifikat. Tapi kami mendapatkan informasi dari pihak lain bahwa PT CMG hanya minta Rp. 1000.000,-/ meter. Artinya kami di calokan oleh pihak ketiga,” tambah Sutikno.
“Informasi yang simpang siur ini membuat kami tidak percaya terhadap pihak-pihak yang mengaku dari perusahaan, kami minta BP Batam mau sebagai mediasi antara perusahaan yang sah menguasai lahan dengan kami warga tanpa ada calo. Dan kami siap melakukan pembayaran ganti rugi sekaligus pengurusan legalitas sesuai yang disepakati nantinya,” jelasnya.
Di informasikan oleh beberapa warga, bahwa di lingkungan tersebut masyarakat sudah terkotak-kotak. bahkan ada beberapa oknum kerap melakukan intimidasi kepada warga dengan ancaman-ancaman yang dapat membuat warga ketakutan.
Media Titahnews.com pernah membincangi salah satu owner PT CMG Muliadi, pihaknya mengakui ke media bahwa lahan sudah dia kuasai dan ada legalitasnya. Dia juga mengungkapkan pernah menawarkan ke pihak warga agar lahan yang sudah dikuasai warga di bayarkan saja Rp. 1000.000,- dan diuruskan hingga sertifikat rumah masing-masing. Namun pihaknya mengataka, bahwa warga enggan untuk bekerjasama dalam hal mengganti rugi lahan tersebut. (HS)