Jakarta – Melalui Aplikasi Zoom Meeting Pustaka Obor Indonesia Mengelar Diskusi Buku “Di Balik Dinding Penampungan”, mengkisahkan pahit getir nya para calon TKW selama dalam penampungan di PJTKI. Novel ini ditulis oleh Woro Januarti dengan spesifikasi Novel 188 halaman dan Berat 350 gram.
Novel ini di terbitkan oleh Pustaka Obor Indonesia, ISBN: 978-623-6421, terbitan tahun 2021.
Novel ini sangat menarik dibaca dan dijadikan bahan rujukan oleh pihak-pihak yang menangani masalah TKI (Tenaga Kerja Indonesia) terutama dari pihak pemerintah, karena didalam novel tersebut banyak mengisahkan tentang pahit getir Tenaga Kerja Wanita selama di penampungan sampai dia keluar negeri.
???? ????: Sekolah Tinggi Intelijen Negara Tahun Akademik 2022-2023 Menerima Taruna Taruni Baru
Sinopsis Novel ini bercerita tentang “Aku” yang mengagungkan Tanah Suci sebagai tempat suci. Oleh karena itu, “Aku” tidak berani menolak lamaran laki-laki yang baru ia kenal di sana. Ternyata, hati yang suci dan agung itu dinodai oleh laki-laki yang menghilang di saat pernikahan sudah siap dilaksanakan.
Akhirnya, “Aku” berusaha melupakan kisah cintanya untuk pergi ke Taiwan. Ternyata, tabir TKI (BMI) yang “Aku” temukan di penampungan, memberikan titik balik penting bagi “Aku”. Apa yang ia lihat, ia rasakan di penampungan, seperti melihat pemutaran film penjajahan di tanah air yang katanya merdeka.
Ketidak berdayaan, kemiskinan, penghinaan, keterbatasan, kesombongan, penipuan, juga ketulusan “Aku” temukan di dalam dinding penampungan. Dalam konflik batin di penampungan dan kehidupannya di Taiwan, batin “Aku” terus berperang, apa yang bisa dilakukan oleh “Aku” dengan pandangannya yang mulai tercemar oleh rasa pesimis yang selalu ia lihat di dalam dunia TKI di Indonesia.
Dalam diskusi tersebut menampilkan pembicara antara lain Woro Januarti, S.S, MTCSOL sebagai penulis Buku, Anis Hidayah sebagai pembicara yang juga sebagai Direktur Migrant Care yang telah banyak melahirkan karya tulis (14 Karya Buku) dia juga banyak menulis artikel dan sering diundang berbagai universitas baik oleh universitas di dalam negeri maupun luar negeri, pembicara selanjutnya ada Maria Bo Niok mantan TKW yang pernah kerja di luar negeri (2 tahun di Taiwan dan 6 tahun di Hongkong) juga telah mempunyai karya tulis yang terdiri dari 3 novel dan 3 antologi cerpen, sekarang telah menetap di Wonosobo.
Dalam diskusi tersebut hadir juga para peserta dari berbagai daerah di Indonesia dan dari Pekerja Migrant seperti Hongkong dan Taiwan.
Anis Hidayah dalam pemaparannya menyampaikan, “Buku ini menurut saya representatif baik dari sisi isi, rasa dan kemarahan tentang bagaimana pekerja migrant perempuan tidak dianggap bagai manusia atau setengah manusia,” ujarnya.
???? ????: Sungguh Bejad..! Pria di Sukabumi di Duga Kerap Setubuhi Anak Kandung
“Saya membaca buku ini seperti saya mengalami karena menulisnya itu mengalir, bahasanya yang memang mudah, ada rasa disitu dan seolah kita masuk di penampungan itu, kita bisa tahu bagaimana kontruksi bangunan nya, bagaimana orang-orang didalam, bagaimana teman-teman calon pekerja migrant, “deling its issue” apa yang terjadi selama mereka disana,” lanjutnya.
“Buku ini menurut saya menguatkan hipotesa, bahwa imagrasi itu sesungguhnya fort migranten, didalam buku mbak Woro itu kan tergambar kan tidak hanya mereka yang ingin mendapatkan gaji yang tinggi, yang berangkat, tapi mereka yang lari dari masalah, mereka korban kekerasan dalam rumah tangga, mereka yang merupakan korban lainnya,” jelasnya.
“Dalam teori feminis itu adalah Feminis imigrasi jadi perempuan yang terpaksa mengambil jalan akhir, migrasi keluar negeri karena situasi kekerasan yang dihadapi baik didalam rumah tangga maupun dilingkungan dan ketika bermigrasi pun itu mengalami kekerasan berbasis gender, bahkan sejak sebelum berangkat,” tegasnya.
???? ????: Asik Bermain Judi Kartu di Bulan Ramadhan, Polsek Sukaraja Ciduk 6 Orang Pelaku
Direktur Migrant Care Anis Hidayah mengatakan, “Dulu saya pernah menulis 15 Km dari istana, jadi, ternyata penampungan itu sesungguhnya adalah semacam simulasi bagaimana penderitaan pekerjaan migrant terjadi gitu, persis apa yang terjadi di penampungan yang digambarkan di buku mbak Woro itu, mereka alami itu ketika mereka bekerja,” ungkapnya.
“Praktek-praktek menyerupakan perbudakan menurut saya, karena disitu para pekerja migrant perempuan kehilangan kontrol atas dirinya, kemudian tidak bisa meletakkan HAM pada dirinya, sesungguhnya kita semua punya. Buku mbak Woro itu juga mengingatkan kepada kita semua bahwa sesungguhnya migrasi itu adalah kedok dan modus paling nyata dalam kejahatan yang merupakan tindak pidana perdagangan orang,” katanya.
“Dalam konsepsi Palermo Protokol tentang Human Trafficking juga di dalam UU no 21 tahun 2007 itukan dijelaskan bahwa definisi Trafficking salah satunya tindakan perekrutan dan penampungan,” tegasnya.
???? ????: Antisipasi Balap Liar dan Perang Sarung, Polres Madiun Kota Gelar Patroli
Anis Hidayah menambahkan, “penampungan yang selama ini dijadikan rumah transit, rumah pendidikan trening bagi pekerja migrant sesungguhnya hanya sebagai alat. Migrant care pernah melakukan riset tahun 2013 tentang kebijakan strukturdan kebijakan migrasi merah, yang kita lihat situasi di penampungan sesungguhnya adalah alat bisnis perusahaan untuk dapat keuntungan banyak dan dari seluruh akumulisasi keuntungan P3 MI, dulu istilahnya PJTKI,” ujarnya.
Hasil riset bahwa biaya di penampungan jauh lebih mahal dari kuliah S1. Itulah yang selama ini merupakan salah satu praktek perdagangan manusia paling nyata.
“Sangat aneh, masak biaya migrasi salah satunya lewat penampungan, itu kepurusan dirjen, tapi dari masa orde baru sampai tahun 2004 itu tidak pernah dirubah, sihingga dapat diduga mafia trafiking di Bacuap oleh aparat. Datanya pernah kita masukan ke BAPTK tapi tidak pernah tembus meneropong praktek mafia di penampungan. Dan sekarang masih saja berjalan,” ungkapnya.
Maria Bo Niok dalam kesempatan mengatakan, “Ngomongin buku mbak woro, menurut saya luar biasa sekali, bahasanya sangat lugas mudah di baca, disitu saya dituntun dari awal sampai selesai, saya seolah memasuki lorong waktu, kalau yang menyebalin saya ikut sebel, kalau lagi lucu saya ikut lucu,” jelasnya.
???? ????: Antisipasi Balap Liar dan Perang Sarung, Polres Madiun Kota Gelar Patroli
“Saya merasa mengalami di penampungan, saling iri, saling lirik lirik, saling gontok gontokan tapi dibelakang layar. Saya rasa bukan hanya saya, tapi pembaca lain akan merasakan hal yang sama sakit hati dan benci. Yang luar biasa dari novel mbak woro itu bisa mengeluarkan satu tokoh yang tidak berubah, dia bisa menyimpan didalam tokoh itu sendiri,” jelasnya.
“terimakasih mbak woro telah berani mengungkap kisah di penampungan dalam sebuah hasil karya tulis, kita sudah mati pun tetap bukunya masih ada, masih bisa bercerita ke orang-orang. ini menjadi pelajaran bagi orang yang meremehkan maupun mempermainkan para calon pekerja wanita,” ungkapnya yang juga seorang pengiat sastra migrant
Woro Junarti Penulis Novel “Di Balik Dinding Penampungan” saat ini hampir menyelesaikan S3-nya di Wuhan University, China. Dia mengatakan,”saya menulis, karena pernah menjadi asesor, pergi ke beberapa PJTKI waktu itu. Saya ingin semua teman-teman menyuarakan hal ini,” ujarnya.
???? ????: Ketua Umum Hipmi Siak Hajat Irawan Mengundurkan Diri, Sigit Siap Terima Jabatan
“Tidak usah yang jauh di negara luar sana, yang di penampungan saja menghargai itu sudah tidak ada. Ini yang ingin saya suarakan. Jangan ada lagi perbedaan kasta, sisa feodal dan kolonial,” ungkapnya.
“Semoga lahirnya buku ini akan menjadi catatan kebaikan didalam kehidupan saya dan kita semua, terus berjuang untuk menyuarakan permasalahan buruh migrant Indonesia,” pungkasnya. (Erfan N)